Oleh: Ilyas Agusta
Indravox
?
Tidak banyak
masyarakat sekarang yang pernah mendengar tentang label Indravox. Saya sendiri
masih menyimpan banyak pertanyaan tentangnya. Tahun 2011 dengan niat hanya 'iseng doang', saya mencari data tertulis
yang berkaitan dengan Indravox dan berusaha bertemu dengan beberapa pihak yang mungkin mengerti tentang label Indravox.
Hal yang mengecewakan adalah ketika saya mengirim beberapa pesan di salah satu
situs jejaring sosial kepada beberapa pihak yang saya yakini paham tentang Indravox, tapi tidak
mereka balas. Sehingga timbul suatu kesan yang ganjil tentang Indravox. Dalam
hal ini, mari kita saling berbagi informasi yang tak lain untuk menambah pengetahuan.
Sekilas
tentang Indravox
Philip Yampolsky
(1987:35) mengatakan bahwa label Indravox pada RRI muncul sekitar awal 1950-an.
Yampolsky sendiri dalam penelitiannya di Surakarta tidak menemukan tahun yang
pasti tentang lahirnya Indravox. Desember 1955 di Surakarta, pabrik piring hitam
(Lokananta) ketika belum diresmikan sudah berhasil mencetak piringan hitam yang
sempurna dan diberi label Indravox, yakni sebagai label rekaman pertama di bawah
kendali RRI.
Tahun 1958,
pihak Lokananta tidak menggunakan Indravox sebagai label, akan tetapi
menggunakan nama ‘Lokananta’ itu sendiri sebagai sebuah label. Pihak Lokananta
sering mengatakan hal tersebut dengan istilah penggantian.
Beberapa sumber
menjelaskan bahwa hingga tahun 1958 Indravox masih tetap difungsikan. Saya rasa
(kemungkinan) Indravox hanya bertahan hingga tahun 1959. Alasan saya karena
melihat dari beberapa piringan hitam Indravox yang saya lihat diantaranya
dengan format 10”, 78 rpm yang mana format tersebut masih sering digunakan RRI sebelum tahun 1960 dan jarang digunakan di
tahun 1960-an. Selain itu, saya tidak
pernah melihat Indravox dengan format 33 1/3 rpm (long play) sebagai format yang sering digunakan RRI sejak tahun
1959. Apabila ternyata ditemukan Indravox dengan format 33 1/3 rpm, kemungkinan
Indravox sendiri masih bertahan di sekitar tahun 1960-an.
Philip Yampolsky
menjelaskan bahwa label Indravox dan label Lokananta dikendalikan oleh RRI dan
keduanya secara administratif terpisah. Ketika penggantian, Indravox tampak hilang atau lenyap dengan alasan yang kurang
jelas (Yampolsky, 1987:1).
Asal
Kata Indravox
Pertengahan
1950-an, R. Maladi yang ketika itu sebagai Direktur Jenderal RRI Jakarta
menemui Presiden Soekarno, memberikan usulan kata-Indravox sebagai nama pabrik
piring hitam di Surakarta. Usulan tersebut tidak disetujui oleh Presiden
Soekarno. Kemudian pada tahun
1956, R. Maladi memberi nama ‘Lokananta’ untuk pabrik piring hitam, lalu usulan
tersebut diterima oleh Presiden Soekarno. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan
tentang apa alasan Presiden Soekarno tidak setuju dengan nama ‘Indravox’. Seperti yang diterangkan pada tahun 2010 oleh Imam Muhadi sebagai mantan Staf Direktur Utama dan Humas Lokananta kepada majalah Rolling Stones Indonesia, “Sayangnya nama Indra Vox ini ditolak oleh Presiden Soekarno, soalnya menurut beliau ndak jelas” (Rolling Stones Indonesia, No.61 : 2010).
Beberapa
sumber mengatakan bahwa singkatan Indravox adalah indra singkatan dari Indonesia Raya
sedangkan vox merupakan bahasa latin
yang artinya suara(?). Saya mendapatkan sumber yang menarik, dikatakan bahwa Indravox
memiliki arti Indonesia Raya Voice. Kata
voice diambil dari kata voice yang berasal dari VOA (Voice of America). Pada saat itu radio
VOA dikenal hampir seluruh dunia yang siarannya dapat ditangkap di Indonesia
dengan sangat bagus (Isnu Edhi Wijaya dalam multiply.com/isnu’s site: 2010,
diakses 8 Januari 2010).
Mendengar
kata VOA bila dihubungkan dengan ketidak-jelasan keberadaan label
Indravox di akhir 1950-an, kemungkinan besar berhubungan dengan idealis
Presiden Soekarno yang ketika itu pernah menyatakan anti-budaya Amerika, dimana
ketika itu segala sesuatu yang berbau budaya ke-Amerikaan harus dijauhkan.
Jadi, apakah lenyapnya Indravox berhubungan dengan hal tersebut?
Rekaman-Rekaman
September 1986, Ernst Heins
menceritakan kepada Yampolsky (1987:35) bahwa seorang ethnomusicologist Bernard Ijzerdraat mendatangi
Indonesia di tahun 1954-1955, dia mengisyaratkan tentang genre yang pernah
direkam Indravox dengan format 78 rpm, diantaranya musik tradisi daerah Bali,
Sumatera, Sulawesi, Timor, dan Jawa Tengah. Ketika itu, Ijzerdraat hanya menyebutkan
satu genre musik tradisi dari daerah Jawa Tengah yaitu Santiswaran.
Bila
diperhatikan apa yang dilakukan Lokananta merupakan kebalikan dari Indravox,
dimana musik tradisi Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat mendominasi. Beberapa
musik tradisi dari informasi Ijzerdraat diantaranya:
§
Bali : Angklung Gegrantangan(?), Janger, Mocapat, Lagu Kanak-Kanak,
Joged Bumbung,
Semar Pegulingan, Genggong, Gender Wayang,
Orkes Suling.
§ Sumatera : Gambang Sosa, Gondang Sabangunan, Gondang
Hasapi, Gondang,
Tale, Kesenian
Pesisir, Orkes Melayu Modern, Saluang, Nalam,
Indang, Randai,
Puput, Talempong.
§ Sulawesi : Maengket, Kulintang, Orkes Makasar.
§ Timor : Sasando.
§ Jawa Tengah: Santiswaran.
Saya sendiri
masih penasaran kira-kira apa saja yang pernah direkam RRI ketika masih
menggunakan label Indravox. Tanggal 6 Juli 2010, saya mendatangi RRI Bandung,
ketika itu diruang arsip rekaman saya tidak menemukan satupun piringan hitam
berlabel Indravox, mungkin disimpan di suatu tempat khusus. Beberapa hari kemudian, saya menemukan informasi bahwa RRI
Surakarta lebih tahu akan rekaman piringan hitam RRI. 'Yah', sampai sekarang saya belum sempat berkunjung ke RRI Surakarta, 'hehe'.
Benarkah
?
Saya menemukan
beberapa situs di internet yang menawarkan download gratis lagu-lagu produksi
Lokananta. Suatu sudut, disk yang dikomersilkan Lokananta--tidak
terdapat keterangan transcription di
dalamnya, karena memang untuk komersil. Saya pun tidak kaget akan fitur download
gratis tersebut, yang membuat saya penasaran adalah ketika melihat ada beberapa
lagu Lokananta untuk di-download dengan keterangan disk “Transcription Service Radio Republik Indonesia”. Tanda tersebut
untuk menjelaskan bahwa piringan-piringan hitam tersebut hanya digunakan untuk
transkripsi, bukan untuk komersil
atau dijual-belikan. Jadi, darimanakah mereka mendapatkan piringan-piringan
hitam Lokananta yang khusus digunakan untuk transkripsi atau kepentingan siaran
radio RRI ketika itu?
Hal yang sama
dengan di atas adalah adanya koleksi piring hitam berlabel Indravox di Belanda.
Salah satu art-work pada piringan
hitam berlabel Indravox terdapat keterangan not
for sale. Saya rasa bukan hanya di Belanda saja. Jadi, mengapa kepingan-kepingan not for sale tersebut bisa menyebar?
Hal lainnya
adalah isu (saya tidak bisa bisa
menyebutkan sumbernya) tentang perekaman lagu daerah ataupun musik tradisi
sekitar tahun 1970 dan 1980-an di beberapa wilayah Indonesia yang dilakukan
oleh beberapa ‘orang luar’ dan saya setengah yakin RRI maupun Lokananta tidak
mengetahui tentang hal ini. Sudut lain, RRI dan Lokananta ditahun-tahun tersebut masih memiliki
salah satu beban yakni suatu upaya menjaga dan melestarikan musik tradisi. Jadi, mereka (orang luar) mengajak masyarakat di beberapa daerah pedalaman Indonesia
agar memainkan musik tradisi daerahnya yang kemudian direkam dan mereka pun
hanya diberi bayaran yang sangat sedikit. Saya tidak tahu apakah hal ini
termasuk kegiatan yang tidak baik atau sah-sah saja dan saya tidak tahu apa
tujuan mereka sebenarnya, yang jelas sih berbau bisnis atau uang. Akan tetapi, bukankah musik tradisi merupakan aset
negara? 'hehe entahlah'.
http://ilyas-agusta.blogspot.com/2013/10/apa-itu-musik-indonesia.html